3 Saat matahari persis di tengah-tengah hingga terlihat condong. 4. Mulai dari sholat Ashar hingga matahari tenggelam. 5. Ketika menjelang matahari tenggelam hingga benar-benar sempurna tenggelamnya. Meski begitu waktu sholat hajat yang mustajab adalah malam hari, terutama sepertengah atau sepertiga akhir malam.
Shalat Malam, Tahajud, Tarawih dan Witir – Shalat Sunnah HarianTata Cara Shalat Malam dan Witir Nabi shallallahu alaihi wa sallamTata Cara Salat Tahajud Lengkap Beserta Doa dan Keutamaannya Karena begitu istimewa, penting bagi tiap umat Islam untuk mengetahui tata cara salat tahajud sesuai sunnah. Perbedaan mendarsar dalam tata cara salat tahajud sesuai sunnah ada pada niat, waktu dan jumlah rakaat yang dijalankan. Shalat Malam, Tahajud, Tarawih dan Witir – Shalat Sunnah Harian Berkata syaikh Utsaimin “Sunnah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam ucapan maupun perbuatan membedakan antara shalat malam dan shalat witir, begitu juga para ulama membedakan antara keduanya secara hukum dan tata caranya. 1 Sunnah ucapan, dalam hadits Ibnu Umar disebutkan bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang shalat malam, beliaupun shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Dahulu Nabi Shallallahu’alaihi wasallam shalat, sedangkan aku sedang tidur terlentang di atas kasurnya, dan jika beliau hendak witir maka beliau shallallahu alaihi wasallam membangunkanku hingga aku juga shalat witir.” [5] “Wahai ummul Mu’minin, beritahu aku tentang witir Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia menjawab kami menyiapkan untuknya siwak dan untuk bersucinya, maka Allah membangunkan beliau dengan kehendak-Nya pada waktu malam, beliau bersiwak, berwudhu, dan shalat sembilan raka’at, beliau tidak duduk kecuali di raka’at ke delapan, lalu ia berdzikir, bertahmid, dan berdoa kepada-Nya, lalu bangkit tanpa salam, lalu berdiri untuk shalat raka’at yang kesembilan, lalu beliau duduk, berdzikir, bertahmid, dan berdoa kepada-Nya lalu salam dengan sekali salam yang bisa kami dengar.” [6] 3 Secara hukum, sesungguhnya para ulama telah berselisih dalam wajibnya shalat witir, Abu Hanifah berpendapat shalat witir wajib dan ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-inshaf dan al-furu’, berkata Ahmad Siapa yang meninggalkan shalat witir secara sengaja maka dia adalah orang yang buruk, dan tidak layak untuk persaksiannya diterima. “Aku tidak melihat ada nukilan yang mewajibkannya kecuali dari sebagian tabi’in. Berkata Ibnu Abdil Barr Sebagian tabi’in syadz dan mewajibkan shalat malam walau sebatas memerah susu kambing. Dan dinamakan tarawih dikarenakan orang-orang yang shalat beristirahat setiap dua kali salam. “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan orang-orang yang membutuhkan, sambungkanlah silaturrahim, dan shalatlah pada malam hari ketika orang lain sedang tidur; niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” [18] “Aku tidak melihat ada nukilan yang mewajibkannya kecuali dari sebagian tabi’in. Berkata Ibnu Abdil Barr Sebagian tabi’in syadz dan mewajibkan shalat malam walau sebatas memerah susu kambing. Adapun waktunya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- Dan waktu yang paling utama untuk melakukannya adalah sesuai dengan kondisi seseorang. Jika ia mampu untuk bangun di sepertiga malam terakhir maka yang utama baginya adalah shalat di sepertiga malam akhir tersebut, karena ini waktu yang mustajab untuk dikabulkannya doa. Adapun jika khawatir tidak bisa bangun di akhir malam maka yang utama baginya adalah di awal malam, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir -radhiyallahu anhu- – Satu rakaat, dalilnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Umar -radhiyallahu anhumaa- di atas. – Tiga raka’at, ini berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshory -radhiyallahu anhu- di atas “Barang siapa yang ingin berwitir dengan tiga rakaat, maka kerjakanlah”. “Barang siapa yang ingin berwitir dengan lima rakaat, maka kerjakanlah”. Dan tata cara sholatnya dilandasi dari hadits Aisyah radhiyallahu anha 2- Bisa juga dengan melaksanakannya langsung dengan sekali tasyahhud dan satu salam, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat lain dari Aisyah ketika ditanay oleh Sa’ad bin Hisyam Dan boleh melakukan shalat witir dengan jumlah raka’at lebih banyak lagi. “Bahwa Umar mengumpulkan orang-orang pada bulan Ramadhan dengan Ubay Bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dary sebagai imam dengan jumlah 11 raka’at, mereka membaca mi’in dan mereka kembali ketika terbitnya fajar.” [34] Jika seseorang terbiasa melakukan shalat witir lalu ia tertidur dan tidak dapat melakukannya, maka boleh baginya untuk mengqodho shalat witir tersebut setelah terbit matahari dan terangkat, sebelum matahari berada di posisi di tengah waktu zhuhur, dikerjakan dengan raka’at genap bukan ganjil. Para ulama telah ijmak sepakat akan bolehnya sholat malam tarawih lebih dari 11 raka’at. Bahkan yang menukil ijmak tersebut para ulama dari berbagai madzhab fikih. “Kebanyakan atsar menunjukkan bahwa shalat beliau adalah 11 rakaat, dan diriwayatkan bahwa 13 rakaat, para ulama berdalil bahwa shalat lail tidak ada batasnya, dan shalat adalah ibadah terbaik, siapa yang berkehendak silahkan menyedikitkan rakaát, dan siapa yang berkehendak maka silahkan memperbanyak rakaát”. وقد أجمع العلماء على أن لا حد ولا شيء مقدرا في صلاة الليل وأنها نافلة فمن شاء أطال فيها القيام وقلت ركعاته ومن شاء أكثر الركوع والسجود Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menyebutkan bahwa yang menjadi pilihan jumhur ulama adalah shalat tarawih 20 rakaat, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar ketika mengumpulkan orang-orang, beliau juga berkata “Para sahabat bersepakat dalam hal itu di masa mereka”. Beliau berkata Ada beberapa pendapat, diriwayatkan sekitar 40, tetapi itu adalah shalat tathawwu’. Az-Za’farani meriwayatkan dari As-Syafi’I “Aku lihat orang-orang di Madinah mengerjakan shalat 39 rakaat”, beliau berkata “Yang lebih aku suka adalah 20”, beliau berkata “Begitupula yang dikerjakan di Makkah”. Beliau berkata “Tidak ada dalam hal ini batas akhirnya, jika mereka perbanyak ruku’ dan sujud maka lebih baik”. “Para ulama sepakat bahwa tidak ada batas tertentu dalam qiyamul-lail, akan tetapi riwayat-riwayat berbeda tentang mana yang dilakukan oleh Nabi”. As-Syafi’i berkata Demikianlah yang aku jumpai di kota kami Makkah, mereka shalat 20 rakaat. Ahmad mengatakan Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat dan tidak ada titik penentu. Ishaq berkata Tapi kita pilih 41 rakaat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab.” Adapun hadits Aisyah yang dijadikan dalil oleh sebagian ulama kontemporer bahwa sholat malam tidak boleh lebih dari 11 rakaat Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya kepada Aisyah Berapa shalat Rasulullah pada bulan Ramadhan?’ ia menjawab Beliau tidak menambah sebelas rakaat baik di bulan Ramadhan atau di bulan lain, beliau shalat empat rakaat dan jangan bertanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat empat rakaat dan jangan bertanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat tiga rakaat, lalu aku bertanya wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan witir? Beliau menjawab wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tertidur tapi hatiku tidak tidur’. Maka hadits di atas menjelaskan bahwa sholat malam Nabi tidak lebih dari 11 raka’at. Sementara tatkala kita memahami hadits atau memahami syari’at Islam harus dengan pemahaman para salaf, sebagai konsenkuensi dari bentuk berpegang dengan manhaj salaf dalam beristidlal berdalil. Seorang bertanya kepada Nabi, ia mengakatan saat itu aku berada di antara beliau dan penanya. Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda Shalat lail dua-dua, jika kamu melihat subuh akan tiba maka wtirlah satu rakaat. Ada dua sisi pendalilan dari hadits Ibnu Umar di atas Pertama Orang yang bertanya tersebut dalam sebagian riwayat adalah الأَعْرَابِيُّ arab badui[49]. Hal ini dikuatkan lagi bahwasanya jika Arab badui tersebut tidak tahu tentang kaifiyyah tata cara sholat malam, setiap berapa rakaatkah harus salam? Maka ketidak tahuannya tentang jumlah rakaat lebih utama untuk tidak ia ketahui. Jika seandainya sholat malam ada batasan jumlah raka’atnya tentu Nabi akan menjelaskan kepada orang arab badui tersebut. Kedua Justru Nabi menjawab orang arab badui tersebut dengan mengisyaratkan bahwa sholat malam tidak terbatas jumlah raka’atnya. Karena Nabi menyatakan bahwa sholat malam itu dua-dua rakaat hingga subuh. Artinya arab badui tersebut boleh sholat dengan shalat dua rakaat-dua rakaat dan terus melakukannya seperti itu, sampai jika ia khawatir tiba subuh maka shalat satu rakaat dan menjadi witir bagi shalatnya. Qais bin Thalq berkata Thalq bin Ali mengunjungi kami pada satu hari Bulan Ramadhan dan sore masih bersama kami lalu berbuka dan mengimami shalat kita pada malam itu, beliau witir bersama kami kemudian pergi ke masjidnya dan shalat mengimami para sahabatnya, ketika hendak witir beliau menyuruh seorang maju dengan berkata shalatlah witir bersama para sahabatmu karena aku mendengar Rasulullah bersabda “Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam”. Dan tentu jika digabungkan dua kali sholat tarawih beliau tersebut akan lebih dari 11 raka’at, wallahu A’lam. Ketika sudah lewat tengah malam, Rasulullah selesai shalatnya, tapi para sahabat meminta Rasulullah tambahan shalat lagi, dan beliau tidak mengingkari atau menyalahkan mereka, namun beliau menunjukkan yang afdhal. Karena jika mereka memahami bahwa sholat malam tidak boleh ada tambahannya tentu mereka tidak akan minta tambahan kepada Nabi, karena berarti meminta sesuatu yang haram kepada Nabi. Aku bertanya Apakah ada waktu yang lebih dekat kepada Allah Azza wa Jalla daripada selainnya? Tarawih para shahabat di masa Umar bin al-Khottob adalah 20 rakaát. Berikut ini adalah pohon seluruh riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang jumlah rakaát tarwih yang dikerjakan di masa Úmar bin al-Khottob atas perintah Umar bin al-Khottob Karenanya Ibnu Ábdil Barr yang bermadzhab Maliki, dan paling paham tentang periwayatan Imam Malik, berkata إلا أنه يحتمل أن يكون القيام في أول ما عمل به عمر بإحدى عشرة ركعة ثم خفف عليهم طول القيام ونقلهم إلى إحدى وعشرين ركعة يخففون فيها القراءة ويزيدون في الركوع والسجود إِلاَّ أَنَّ الأَغْلَبَ عِنْدِي فِي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً الْوَهْمُ وَاللهُ أَعْلَمُ “aku tidak tahu seorangpun mengatakan dalam hadits ini 11 rakaat kecuali Malik, wallahu a’lam. Penulis belum mendapatkan ulama mutaqodiimin terdauhulu mendoifkan riwayat Umar tentang sholat 20 rakaat di atas karena riwayatnya[60] Para salaf sahabat dan tabiín sholat tarwih lebih dari 11 rakaát Atsar ini menjelaskan bahwa para tabiín mereka sholat bahkan 39 rakaát Sa’id bin Jubair adalah seorang tabi’in wafat tahun 95 H, ketika 10 hari terakhir beliau shalat menjadi imam dengan 7 kali istirahat berarti 14 rakaat. “Dahulu Suwaid bin Ghafalah mengimami shalat kita pada bulan Ramadhan dengan 5 kali istirahat dalam 20 rakaat”. Suwaid bin Ghafalah masuk Islam saat Nabi masih hidup, akan tetapi beliau tidak bertemu dengan Nabi, dan beliau meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ubay bin Kaáb, Bilal, Abu Dzar, Ibnu Masúd, dan sahabat-sahabat yang lain[65]. Imam bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir menyebutkan riwayat Abu Al-Hasib Al-Ju’fi “Dahulu Suwaid bin Ghafalah mengimami kita pada bulan Ramadhan 20 rakaat”. Siapa mengira qiyam Ramadhan ada bilangan tertentu dari Nabi yang tidak boleh ditambah dan dikurangi maka ia terjatuh dalam kesalahan”. والحاصل أن الذي دلت عليه أحاديث الباب وما يشابهها هو مشروعية القيام في رمضان والصلاة فيه جماعة وفرادى فقصر الصلاة المسماة بالتراويح على عدد معين وتخصيصها بقراءة مخصوصة لم يرد به سنة “Kesimpulannya, hadits-hadits dalam bab ini dan hadits yang serupa menunjukkan disyariatkannya qiyam ramadhan, shalat baik dengan jamaah maupun sendiri-sendiri. وأُبَىٌّ بن كعب لما قام بهم وهم جماعة واحدة لم يمكن أن يطيل بهم القيام، فكثر الركعات ليكون ذلك عوضا عن طول القيام، وجعلوا ذلك ضعف عدد ركعاته، فإنه كان يقوم بالليل إحدى عشرة ركعة أو ثلاث عشرة، ثم بعد ذلك كأن الناس بالمدينة ضعفوا عن طول القيام، فكثروا الركعات، حتى بلغت تسعا وثلاثين Pertama Telah terjadi Ijma’ kesepakatan ulama akan bolehnya shalat lebih dari 11 rakaát Kelima Hendaknya kita memahami hadits Aisyah tentang sholat malam Nabi 11 rakaát dengan pemahaman para salaf, yaitu bahwa bilangan tersebut bukanlah batasan. Dari sini kita tahu bahwasanya jika seseorang setelah sholat tarawih lalu sholat tahajjud sendirian tanpa berjamaáh maka diperbolehkan tanpa ada perselisihan di kalangan para ulama. 1- Pendapat yang memakruhkan Ini adalah pendapat Qatadah[74] dan Al-Hasan, alasan Al-Hasan adalah karena memberatkan orang-orang, beliau mengatakan “Siapa yang memiliki kekuatan maka hendaklah ia lakukan sholat malam sendirian dan tidak dilakukan bersama orang-orang”, beliau juga mengatakan لَا تُمِلُّوا النَّاسَ “Janganlah kalian membuat orang-orang bosan”. “Mayoritas fuqohaa’ berpendapat bahwa at-Ta’qiib tidaklah makruh sama sekali”[78]. Dan pendapat jumhur ulama adalah yang lebih tepat, berdasarkan dalil-dalil berikut ini PERTAMA Asal hukum tarawih di bulan Ramadhan adalah sholat malam qiyamul lail yang dikerjakan secara berjamaáh. Karenanya apa yang dikerjakan Nabi shallallahu álaihi wasallam tatkala sholat malam sendirian boleh dipraktikan secara berjamaah. Berdasarkan riwayat-riwayat di atas maka para ulama berkesimpulan bolehnya sholat malam lagi setelah witri. Tentu yang terbaik adalah seorang menutup sholat malamnya dengan witir. Dan jika melakukan shalat lagi maka tidak perlu mengulang witir dua kali, cukup dengan witir yang dilakukan di awal, berdasarkan hadits Thalq bin Ali, beliau mendengar rasulullah bersabda Demikian juga Nabi shallallahu álaihi wasallam membolehkan sholat malam sama witir, setelah itu istirahat tidur, dan melanjutkan lagi jika telah bangun. Dalam hadits Tsauban Rasulullah memerintahkan shalat dua rakaat setelah witir Tsauban maula rasulullah berkata “Dahulu kami bersama rasulullah dalam safar, beliau berkata “Sesingguhnya safar ini berat dan melelahkan, jika salah satu dari kalian melakukan witir maka shalatlah dua rakaat, jika dia bangun maka bisa melakukan shalat lagi dan jika tidak maka shalat itu sudah cukup. “Bab dalil bahwa shalat setelah witir diperbolehkan bagi siapa saja yang ingin shalat setelahnya, dan dua rakaat yang dikerjakan oleh Nabi setelah witir bukan khusus bagi nabi tanpa umat beliau, karena nabi telah memerintahkan kita melakukan dua rakaat tersebut setelah witir dengan perintah bersifat anjuran dan keutamaan, bukan perintah yang bersifat wajib”. Demikian juga hadits ini menunjukan boleh ada jeda antara dua shalat malam. Karena dalam lafadz hadits tersebut فَإِنِ اسْتَيْقَظَ yaitu “jika bangun dari tidur” berarti boleh ada jeda waktu antara kedua shalat malam tersebut sekalipun jeda dengan tidur. KEDUA Para sahabat pernah meminta Nabi untuk sholat tarwih lagi padahal Nabi shallallahu álaihi wasallam telah selesai dari tarwih, dan tentu telah selesai dari sholat witir. Dan ini adalah salah satu dari 2 makna at-Ta’qib yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah. Qais bin Thalq berkata Thalq bin Ali mengunjungi kami pada satu hari Bulan Ramadhan dan sore masih bersama kami lalu berbuka dan mengimami shalat kita pada malam itu, beliau witir bersama kami kemudian pergi ke masjidnya dan shalat mengimami para sahabatnya, ketika hendak witir beliau menyuruh seorang maju dengan berkata shalatlah witir bersama para sahabatmu karena aku mendengar Rasulullah bersabda “Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam”. Terlebih lagi istilah “Tarawiih” adalah istilah yang baru yang tidak ada di zaman Nabi, akan tetapi sudah di zaman para salaf, karena mereka dahulu setiap kali sholat malam di bulan Ramadhan 4 rakaát maka merekapun istirahat, lalu mereka melanjutkan lagi 4 rakaát lalu istirahat lagi. Dan ini juga terjadi hingga di zaman Umar bin al-Khottob. Lalu akhirnya Umar menggabungkan mereka untuk diimami oleh Ubay bin Kaáb[93]. Sisi pendalilan di sini adalah para sahabat tidak memandang terlarangnya berbilangnya jamaáh sholat tarawih. Adapun Al-Kasani beliau tidak melarang kalau melakukannya sendiri, dengan alasan shalat sunnah mutlak tidak boleh dilakukan berjamaah, maka ini adalah kaidah Hanafiyah yang menyelisihi jumhur ulama, sehingga ini adalah berdalil dengan sesuatu yang masih diperdebatkan, yang menjadikan dalil pendapat ini lemah. Abu Nashr Al-Marwazi berkata “Ashaburra’yi yaitu madzhab Hanafi membenci shalat sunnah berjamaah kecuali qiyam Ramadhan dan shalat gerhana matahari, ini adalah pendapat yang menyelisihi sunnah; karena telah tsabit dari Rasulullah beliau shalat sunnah berjamaah di luar bulan Ramadhan baik malam maupun siang hari, dan dilakukan juga oleh sejumlah sahabat beliau”. Sehingga sholat ta’qiib menjadi makruh karena terjadi sholat lagi setelah witir, maka bisa dijawab bahwa perintah beliau di sini adalah menunjukkan sunnah bukan wajib, karena yang shahih dari sunnah Nabi baik perbuatan maupun ucapan beliau adalah membolehkan shalat setelah melakukan witir dan sudah kita sebutkan di atas. Adapun yang mengatakan tidak boleh, maka menyelisihi petunjuk nabi dan para salaf. Syaikh Utsaimin ketika ditanya beliau menjawab Yang saya pandang kuat adalah shalat bersama imam sampai salam, saat imam salam witir ia tambah satu rakaat lagi supaya witir tersebut berubah menjadi genap, lalu witir bersama imam kedua di akhir malam. Dengan demikian dia telah menerapkan sabda Rasulullah “Jadikanlah akhir shalat malam kalian witir”. [97] Syaikh Shalih Al-Fauzan ketika ditanya juga menjawab dengan boleh dan tidak perlu mengulang witir lagi, tapi beliau berpendapat melakukan dua witir lebih utama, karena yang lebih utama menurut beliau adalah mengikuti imam. [21] Ini adalah pendapat mayoritas ulama, berbeda dengan Abu Hanifah yang berpendapat bahwa shalat witir hukumnya wajib, barang siapa yang meninggalkannya hingga masuk waktu subuh maka ia berdosa dan wajib baginya untuk megqodho. “Minimal kesempurnaan dalam shalat witir adalah 3 raka’at dengan 2 kali salam.” syarhu muntahal irodat 1/239 Terkandung di dalamnya larangan melakukan sholat witir dengan 3 raka’at, maka para para ulama menjelaskan sisi pelarangannya, dijelaskan oleh Mamud Muhammad Khotthob As-Subki bahwa itu ada dua kemungkinan Kedua Larangan tersebut bersifat makruh, dibawa kepada 3 raka’at yang menyebabkan meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini menyelisihi zhohir hadits. Maka dari sini kita ketahui pelarangan shalat witir dengan tiga raka’at apabila dilakukan persis seperti shalat maghrib, yaitu dua kali tasyahhud dan satu kali salam. Adapun jika dilakukan dengan menyelisihi tata cara shalat maghrib maka boleh. “Yang sunnah adalah mengqodhonya di waktu dhuha setelah terangkatnya matahari dan sebelum ia berada di posisi tengah-tengah, dikerjakan dengan genap bukan ganjil, jika kebiasaanmu berwitir dengan tiga raka’at di malam hari kemudian engkau tertidur atau terlupa maka disyariatkan bagimu untuk mengqodhonya di waktu siang empat raka’at dengan dua kali salam, dan jika kebiasaanmu berwitir lima raka’at di waktu malam hari kemudian engkau tertidur atau terlupa maka disyariatkan bagimu untuk mengqodhonya di waktu siang enam raka’at dengan tiga kali salam… sebagaimana shahih dari Aisyah radhiyallahu anhaa [46] Adapun tiga ulama Imam Malik, Ibnul Arobi, dan As-Shonáani yang dinukil oleh Asy-Syaikh Al-Albani bahwa mereka melarang sholat lebih dari 11 rakaát, maka penukilan tersebut kurang tepat. Setelah itu harus diketahui terlebih dahulu bagaimanakah kedudukan al-Juuri dikalangan para ulama. Kedua Ibnul Árobi, justru beliau menyatakan dengan tegas bahwa sholat malam tidak ada batasan jumlah rakaatnya. “Dan tidak ada batasan tertentu pada jumlah rakaát sholat malam” Áaridhotul Ahwadzi 4/19 Adapun pernyataan Ibnul Árobi yang dinukil oleh Asy-Syaikh al-Albani maka maksudnya jika memang sholat malam itu ada batasannya maka ikutlah yang dilakukan oleh Nabi yaitu 11 rakaát. Ketiga As-Shonáani, maka memang jelas beliau memandang bahwa “menganggap jumlah 20 rakaat sebagai sunnah” itulah yang bidáh. “Memang benar bahwa sholat malam di bulan Ramadhan adalah sunnah tanpa ada khilaf, dan dikerjakan secara berjamaah adalah sunnah tidak diingkari -karena Ibnu Ibaas dan yang lainnya pernah bermakmum kepada Nabi shallallahu álaihi wasallam dalam sholat malam-. Pertama As-Shonáni membenarkan riwayat bahwa Umar mengumpulkan orang-orang untuk sholat 23 rakaát. Kedua Beliau menekankan bahwa tidak hadits yang marfu’ dari Nabi bahwasanya Nabi sholat malam 23 raka’at, semua hadits yang datang tentang hal tersebut adalah dho’if. Ketiga Meskipun beliau menetapkan bahwa 20 rakaat telah datang dari Umar bin Al-Khottob namun beliau memandang bahwa tidak wajib mengikuti Umar, yang wajib adalah mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam hanya 11 raka’at. Tentu pendapat As-Shon’ani ini kurang tepat, lagi pula beliau termasuk ulama mutaakhirin belakangan yang wafat di abad ke 12 Hijriyah. Dishahihkan Ibnu Khuzaimah 260 dan Al-Hakim 583, Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud 5/21 menshahihkan sanad hadits ini. [60] Adapun anggapan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah bahwa Al-Imam At-Tirmidzi mengisyaratkan akan dhoifnya atsar ini -dengan dalil bahwa At-Tirmidzi mengatakan dengan shighot at-tamriid رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ وَعُمَرَ وَغَيْرِهِمَا- maka anggapan ini kurang tepat. Hal ini karena banyak sekali di kitab Sunan At-Tirmidzi beliau menghikayahkan hadits-hadits yang shahih bahkan yang terdapat di shahihain dengan shighoh at-Tamriidh, dan tentu maksud beliau bukan untuk mengisyaratkan akan lemahnya tetapi hanya sekedar untuk menghikayatkan jalur-jalur periwayatan hadits. “Dan diriwayatkan dari Nabi shallallahu álaihi wasallam bahwasanya beliau membaca surat at-Thuur di sholat magrib” Sunan At-Tirimidzi 1/403. Padahal hadits tentang Nabi membaca surat at-Thuur di sholat maghrib diriwayatkan oleh Al-Bukhari no 4854. Demikian juga anggapan syaikh Al-Albani bahwasanya Al-Imam Asy-Syafií mendoifkan atsar Umar ini, beliau berdalil dengan perkataan Syafií yang dinukil oleh Al-Muzani di Mukhtashornya bahwasanya Syafií berkata رُوِيَ عَنْ عُمَرَ “Diriwayatkan dari Umar” Dan yang lebih aku sukai adalah 20 rakaát karena hal itu diriwayatkan dari Umar. Dan ternyata di Mukhtashor Al-Muzani banyak sekali perkataan Asy-Syafií dengan shighoh at-Tamriid akan tetapi riwayat yang beliau bawakan adalah shahih. Sanad atsar ini sesuai dengan syarat kriteria Imam Muslim, dishahihkan Nawawi dalam Al-Majmu’ 4/32 dan Ibnul Iraqi di Tarhu At-Tatsrib 3/97. “Aku menjumpai 30 sahabat Nabi shallallahu álaihi wasallam, semuanya takut akan kemunafikan atas dirinya”Shahih Al-Bukhari 1/18. Bahkan At-Tsauri berkata التَّعْقِيْبُ مُحْدَثٌ “At-Ta’qiib adalah muhdats” Fathul Baari, Ibnu Rojab 9/175 “telah diriwayatkan lebih dari satu riwayat bahwa Nabi shalat setelah witir”, Tirmidzi no 470, Nasai no 1679 dan Abu Dawud no 1439, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahih Al-Jami’ no 7567 Asy-Syaikh al-Albani berkata mengomentari hadits ini yang menunjukan taroju’ berubahnya pendapat beliau وهذه فائدة هامة، استفدناها من هذا الحديث، وقد كنا من قبل مترددين في التوفيق بين صلاته صلى الله عليه وسلم الركعتين وبين قوله ” اجعلوا آخر صلاتكم بالليل وترا “، وقلنا في التعليق على ” صفة الصلاة ” ص 123 – السادسة ” والأحوط تركهما اتباعا للأمر. وقد تبين لنا الآن من هذا الحديث أن الركعتين بعد الوتر ليستا من خصوصياته صلى الله عليه وسلم، لأمره صلى الله عليه وسلم بهما أمته أمرا عاما، فكأن المقصود بالأمر بجعل آخر صلاة الليل وترا، أن لا يهمل الإيتار بركعة، فلا ينافيه صلاة ركعتين بعدهما، كما ثبت من فعله صلى الله عليه وسلم و أمره. “ini adalah faidah penting yang bisa kami ambil faidah dari hadits ini, karena sejak dahulu kami bimbang dalam menggabungkan antara beliau shalat dua rakaat dan sabda beliau “Jadikanlah akhir shalat malam kalian witir” dan dahulu kita katakan dalam ta’liq Sifat Shalat hlm. 123 –cetakan ke 6 yang paling hati-hati adalah meninggalkan dua rakaat tersebut dalam rangka mengikuti perintah beliau. Dan sekarang sudah terang bagi kami dari hadits ini bahwa dua rakaat setelah witir bukanlah kekhususan beliau, karena beliau memerintahkan umatnya melakukan dua rakaat tersebut dengan perintah umum, seolah-olah yang dimaksud dengan perintah menjadikan akhir shalat malam witir adalah agar tidak mengabaikan witir dengan satu rakaat, maka tidak ada lagi pertentangan dengan shalat dua rakaat setelahnya, sebagaimana yang telah shahih dari perbuatan dan perintah beliau” As-Shahihah 4/647 “Aku keluar bersama Umar bin al-Khottob radhiallahu ánhu pada suatu malam di bulan Ramadhan menuju Masjid An-Nabawi. Maka Umar berkata, “Menurutku seandainya aku kumpulkan mereka di atas satu Qori tentu lebih baik”. Lalu Umarpun bertekad, kemudian beliau mengumpulkan mereka diimami oleh Ubay bin Kaáb”. [97] Majmu’ Fatawa wa Rasail Syakh Utsaimin 14/126, lihat juga di kitab yang sama 14/190-191, 14/125-126, 14/206-208 Tata Cara Shalat Malam dan Witir Nabi shallallahu alaihi wa sallam Kemudian perbuatan duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai shalat malam 4 rakaat disebut tarwihah; karena dengan duduk itu orang-orang bisa beristirahat setelah lama melaksanakan qiyam Ramadhan. Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab Shalat tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di masjid karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga melakukan hal yang sama walaupun hanya beberapa hari saja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, ia berkata Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” HR. Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Saya perowi bertanya apa itu falah?’ Dia Abu Dzar berkata sahur’. Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum. Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Tambahan Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. “Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring. Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, beliau berkata “…Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus membaca ayat Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai akhir surat kemudian berwitir 3 rakaat.” HR. Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits beliau berkata “Maka tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti. Bila melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah Umar radhiyallahu anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini shalat tarawih lebih dari 13 rakaat. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir. Berikut ini beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan al-Jam’u tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Imam Malik rahimahullah berkata “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Abdul Aziz bin Bazz berkata “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ leluasa, lentur, fleksibel. Kita shalat 11 rakaat Paling sedikit dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!! Kadang-kadang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. “Nabi shallallahu alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” HR. Tata Cara Salat Tahajud Lengkap Beserta Doa dan Keutamaannya Jakarta – Salat tahajud menjadi satu di antara amalan sunah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Berikut ini rangkuman tentang tata cara salat tahajud beserta doa dan keutamannya, seperti disadur dari Jumat 30/4/2021.
Tatacara sholat makmum masbuk. Jika imam batal maka seorang makmum maju ke depan menggantikan imam. Hal ini diamini oleh seluruh ulama dan kaum muslimin. Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah disebutkan di atas saat makmum masbuk masuk ke dalam shaf shalat berjamaah ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi. Solat jemaah lebih utama daripada
La détermination des horaires de prière à TATA Les heures de prière sont fixées en fonction des mouvements solaires et varient donc d'un endroit à l'autre ainsi qu'au cours de l'année. Plusieurs méthodes de calcul existent pour déterminer les horaires de prière à TATA, mais elles donnent généralement des résultats très proches les uns des autres. Le rôle des mosquées dans la diffusion des horaires de prière Les mosquées jouent un rôle central dans la vie religieuse des musulmans de la ville TATA. En plus d'être le lieu où se tiennent les prières collectives, elles diffusent également les horaires de prière à TATA et rappellent aux fidèles l'importance de respecter ces temps sacrés. Le muezzin, responsable de l'appel à la prière adhan, monte au sommet du minaret et récite les versets appelant les croyants à se diriger vers la mosquée pour accomplir leur devoir religieux. Le son de l'adhan retentit ainsi cinq fois par jour dans les rues de la ville TATA, marquant le début de chaque période de prière. La ponctualité dans l'accomplissement de la prière Le respect des horaires de prière est un élément essentiel de la pratique religieuse en islam. En effet, le Coran insiste sur l'importance d'être ponctuel et assidu dans l'accomplissement de la prière "En vérité, la Salat est une obligation pour les croyants, à des heures déterminées." Sourate An-Nisa, verset 103 Ainsi, être en retard ou négliger une prière est considéré comme un manquement grave aux devoirs religieux. Chaque musulman se doit donc de s'organiser pour accomplir ses prières dans les temps impartis, même si cela implique parfois de modifier ses activités quotidiennes. L'importance de la prière en groupe Si la prière peut être effectuée individuellement, il est recommandé de la réaliser en groupe, notamment pour les hommes. La prière en groupe renforce la solidarité et la fraternité entre les fidèles et permet de mieux ressentir la présence divine. C'est pourquoi les mosquées de la ville TATA, à l'instar de celles du reste du Maroc, organisent des prières collectives pour chaque heure de prière. Les habitants de la ville sont ainsi invités à se rendre à la mosquée la plus proche de leur domicile pour accomplir leur salat en compagnie de leurs frères en religion. Les spécificités des horaires de prière pendant le mois de Ramadan à TATA Le mois de Ramadan est une période particulière pour les musulmans, durant laquelle ils jeûnent du lever au coucher du soleil et s'adonnent davantage à la prière. Les horaires de prière à TATA restent globalement inchangés, mais quelques spécificités sont à noter La prière du Tarawih à TATA il s'agit d'une prière supplémentaire effectuée chaque soir après la prière d'Isha, uniquement pendant le mois de Ramadan. Elle se déroule en groupe dans les mosquées et permet aux fidèles de réciter l'ensemble du Coran sur la durée du mois. L'iftar et le suhoor à TATA le repas de rupture du jeûne iftar a lieu immédiatement après la prière du Maghrib, tandis que le dernier repas avant le jeûne suhoor doit être pris avant la prière du Fajr. Il est donc crucial de respecter ces horaires pour accomplir correctement le jeûne du Ramadan. En somme, connaître et respecter l'heure de la Salat à TATA est essentiel pour tout musulman souhaitant pratiquer sa religion conformément aux enseignements de l'islam.
BacaanDo'a Sholat Dhuha Dan Dzikir. Dalam melakukan sholat Dhuha tidak ada bacaan atau do'a khusus, dan pelaksanaannya juga sama persis dengan kalau mau melaksanakan sholat wajib, misalnya sholat (Dzuhur, Ashar dll) dan waktunya juga pada waktu siang hari (pagi) mulai pukul 07.00 s/d pukul 11.00 siang atau menjelang sholat Dhuhur.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID aiRTcSddDVHCL0t8kLJX_xpQ48Z889XqprRkZfO8xvitq64P_KA06Q==
CaraSolat Jemaah Perempuan. Be the first to comment Leave a. Selepas imam mengangkat takbiratul ihram maka barulah kita. Betulkan Solat Anda Cara Sujud Yg Betul. Sholat subuh dikerjakan pada waktu sebelum matahari terbit. Sujud solat betul anggota betulkan cacamerba seorang atas. Doa yang pendek jika jenaz4h itu perempuan ialah.
Mengetahui tata cara sholat taubat dan niat shalat taubat adalah hal yang perlu diketahui. Mengutip dari buku Pedoman dan Tuntunan Shalat Lengkap karangan Abu Masyhad, para ulama telah sepakat bahwa bertaubat atau menyesali perbuatan dosa adalah wajib hukumnya. Untuk itu, harus segera dilakukan. Salah satu cara memohon ampunan taubat dari Allah SWT yakni dengan melakukan shalat sunnah taubat. Seperti ibadah lainnya, ada juga tata cara sholat taubat sesuai sunnah Rasul agar sempurna pelaksanannya. Lalu, apa bacaan niat shalat taubat dan bagaimana pula cara melakukannya? Artikel Terkait Tata Cara Mendirikan Shalat Tasbih dan Manfaatnya bagi Umat Muslim Manusia Itu Tempatnya Salah dan Khilaf Image Freepik Salah ataupun dosa memang sudah menjadi hal yang lumrah bagi manusia. Seperti makanan yang setiap hari dikonsumsi, salah maupun dosa tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Apakah itu dosa terhadap Allah SWT, dosa terhadap sesama manusia, atau mungkin dosa terhadap lingkungan sekitarnya. Semua hal itu pernah dilakukan oleh manusia. Itulah mengapa tidak ada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Bahkan, seorang Nabi sekalipun pernah melakukan kesalahan, walaupun kesalahan tersebut adalah sebuah pembelajaran bagi umatnya. Perintah Bertaubat bagi Manusia Para ulama telah satu pendapat bahwa apabila seorang hamba melakukan perbuatan dosa ataupun kesalahan, maka hendaklah ia bertaubat. Taubat yang dilakukan haruslah taubat nasuha, yaitu taubat yang murni dan tulus memohon ampunan kepada Allah SWT. Dalam bertaubat juga harus meliputi beberapa hal berikut Harus melepaskan diri dan menjauhi diri dari perbuatan dosa yang dilakukan Benar-benar menyesali perbuatan tersebut Bersungguh-sungguh berniat karena Allah SWT bahwa ia tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu selama-lamanya Image Freepik Perintah bertaubat bagi manusia telah disebutkan di dalam Al-Quran dan Hadits. Beberapa firman Allah SWT di dalam Al-Quran mengenai perintah taubat, antara lain 1. Surah An-Nur Ayat 31 Allah SWT berfirman وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Artinya “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” QS. An-Nur 31 2. Surah At-Tahrim Ayat 8 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa taubat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” QS. At-Tahrim 8 Image Freepik 3. Hadits Riwayat Muslim Rasulullah Muhammad SAW bersabda عَنْ الْأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ اَلْمُزَنِيِّ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ Artinya Dari Al Aghar bin Yasar al Muzaniy ra., bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena aku bertaubat seratus kali dalam sehari.’ HR. Muslim, Nomor 2702 4. Hadits Riwayat Tirmidzi عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ عَنْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِر Artinya Dari Ibnu Umar ra., bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bersabda “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke tenggorokan.” HR. Tirmidzi nomor 3847 dan Imam Tirmidzi serta Ibnu Hibban menghasankannya Artikel Terkait Mantapkan Hati dengan Shalat Istikharah, Ini Niat, Tata Cara, dan Bacaan Doanya Shalat Sunnah Taubat Selain menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan, maka kita dianjurkan untuk menyempurnakan taubat dengan melakukan shalat sunnah Taubat. Berikut ini niat dan tata cara melakukannya. 1. Niat Shalat Taubat أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّوْبَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى Ushollii sunnatat taubati rok’ataini lillaahi ta’aalaa Artinya “Aku berniat melakukan sholat sunnah taubat dua rakaat karena Allah Ta’ala.“ Image Freepik 2. Tata Cara Melakukan Sholat Sunnah Taubat Melakukan shalat sunnah taubat hampir dengan cara melakukan shalat fardhu wajib atau shalat sunnah lainnya. Yang membedakannya hanyalah niat dan doa. Shalat taubat terdiri dari dua rakaat dengan satu kali salam. Namun, sholat ini juga boleh dikerjakan dalam dua rakaat, empat rakaat, dan enam rakaat. Sebelum melakukan shalat sunnah Taubat pastikan tubuh Anda suci dari hadast besar serta hadast kecil. Selain itu, menutup aurat dengan sempurna. Adapun tata cara melakukan sholat sunnah Taubat adalah seperti berikut ini. Rakaat Pertama Mengucapkan niat boleh diucapkan di dalam hati dan dilisankan Takbiratul ihram Membaca doa iftitah sunnah Membaca Al-Fatihah Kemudian Membaca surat pendek pilihan Al Qur’an Rukuk I’tidal Sujud Duduk di antara dua sujud Sujud kedua Berdiri untuk melanjutkan rakaat kedua Rakaat Kedua Membaca Al-Fatihah Membaca surat pendek pilihan Al Quran Rukuk I’tidal Sujud Duduk di antara dua sujud Sujud kedua Tasyahud Akhir Mengucapkan Salam Berdoa untuk memohon ampunan Image Freepik 3. Doa Shalat Sunnah Taubat Setelah selesai melakukan shalat Taubat, dilanjutkan dengan membaca doa-doa khusus memohon ampunan kepada Allah SWT. Berikut ini lafal doa shalat Taubat اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ ، لَا إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ Artinya “Ya Allâh, Engkau adalah Rabbku, tidak ada tuhan selain Engkau. Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian untuk taat kepada-Mu dan janji balasan-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau.” رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ Artinya “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ تَوَّابُ رَحِيْمٌ Artinya “Ya Allah ampuni aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha penerima taubat dan maha penyayang.” Kemudian ditutup dengan membaca اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ. أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ. وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ. فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ Allâhumma anta rabbî, lâ ilâha illâ anta khalaqtanî. Wa anâ abduka, wa anâ alâ ahdika wa wadika mastathatu. Aûdzu bika min syarri mâ shanatu. Abû’u laka binimatika alayya. Wa abû’u bidzanbî. Faghfirlî. Fa innahû lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta. Artinya “Waai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau,” Lihat Sayid Utsman bin Yahya, Maslakul Akhyar, Cetakan Al-Aidrus, Jakarta. 4. Kapan Sholat Taubat Dilakukan? Image Freepik Shalat sunnah taubat sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam. Namun, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat sunnah Taubat akan lebih baik dilakukan pada saat sepertiga malam atau waktu tahajjud. Meskipun shalat taubat boleh dilakukan di waktu siang ataupun malam, tetapi shalat taubat tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu yang diharamkan untuk shalat, yaitu Ketika terbit matahari hingga matahari naik sepenggalah Saat matahari persis di tengah-tengah hingga terlihat condong Mulai dari sholat Asar hingga matahari tenggelam Menjelang matahari tenggelam hingga benar-benar sempurna tenggelamnya. Artikel Terkait Batas Waktu Melaksanakan Shalat Tahajud Menurut Syariat Islam Pertanyaan yang Sering Ditanyakan Terkait Sholat Taubat Berapa Kali Harus Sholat Taubat? Anjuran melaksanakan shalat taubat berlaku setiap kali kita melakukan dosa dan maksiat kepada Allah. Jika kita berbuat dosa kepada Allah dalam sehari sebanyak dua kali, misalnya, maka kita dianjurkan untuk mandi dan melaksanakan shalat taubat sebanyak dua kali juga. Kapan Waktu Haram Melaksanakan Sholat Taubat? Sebenarnya shalat taubat bisa dilakukan kapan saja kita manusia merasa melakukan dosa. Namun, ada beberapa waktu yang diharamkan untuk melakukannya. Yakni mulai dari terbit fajar kedua hingga terbit matahari, saat terbit matahari hingga matahari naik sepenggalah, dan saat matahari persis di tengah-tengah hingga terlihat condong. Apakah Harus Mandi Dulu Sebelum Sholat Taubat? Walaupun hukumnya sunnah, dianjurkan untuk mandi dulu sebelum menghadap Allah dan bertaubat. Mandi taubat dianjurkan bagi seseorang yang baru masuk Islam atau baru melakukan dosa besar dan kefasikan. Menurut Imam Syafii, Abu Hanifah, dan ulama Syafiiyah, hukum mandi taubat adalah sunnah, bukan wajib. Itulah niat, tata cara, doa, dan waktu pelaksanaan shalat sunnah taubat. Bertaubat sebaiknya jangan ditunda-tunda selagi kita masih diberi kesempatan untuk melakukannya. Semoga artikel ini memberikan manfaat untuk kita, ya! Baca Juga Hukum dan tata cara shalat gerhana matahari yang perlu diketahui! 5 Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib dan Panduan Lengkap untuk Melaksanakannya Tak Pernah Ditinggalkan Rasul, Begini Panduan Lengkap Shalat Qobliyah Subuh Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
TataCara Sholat Dhuha. Untuk melaksanakan sholat dhuha dua rakaat, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Niat sholat Dhuha. 2. Takbirotul Ihram. 3. Membaca Doa Iftitah (Sunnah) 4. - Rukun salat jenazah antara jenazah laki-laki dan perempuan berbeda, termasuk dilakukan secara berjamaah maupun Islam, menyalatkan orang yang meninggal hukumnya fardhu kifayah. Artinya, ketika salah seorang di suatu tempat sudah melaksanakannya maka kewajiban sudah gugur bagi orang lain. Meski demikian, melaksanakan salat jenazah tetap merupakan suatu anjuran bagi setiap Shalat Jenazah Dilansir Risalah Tuntunan Shalat Lengkap dari Moh. Rifa'i, terdapat beberapa syarat yang perlu dipenuhi dalam salat jenazah, yaitu Salat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup aurat, suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta menghadap qiblat. Mayat sudah dimandikan dan dikafani. Letak mayat sebelah kiblat orang yang menyalatinya, kecuali kalau shalatdilakukan di atas kubur atau salat ghaib Rukun Shalat Jenazah Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Tausyih ala Ibni Qasim seperti dikutip NU Online menjelaskan, salat jenazah punya beberapa rukun yang perlu diketahui. Rukun salat jenazah antara jenazah laki-laki dan perempuan pun berbeda, termasuk dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Berikut penjelasan rukun-rukunnya 1. Niat Niat ini dilafalkan dalam hati dan harus bersamaan dengan pelaksanaan takbiratul ihram, seperti halnya yang berlaku dalam melaksanakan niat pada shalat fardhu. Adapun lafal niat melakukan shalat jenazah secara sendirian dan jenazah berkelamin laki-laki adalah sebagai berikut Ushalli alâ hâdzal mayyiti fardlan lillâhi ta’ “Aku niat shalat atas jenazah laki-laki ini fardhu karena Allah ta’âlâ.” Ketika shalat sendirian dan jenazah berkelamin perempuan, lafal niat yang diucapkan sebagai berikut Ushalli alâ hâdzihil mayyitati fardlan lillâhi ta’âlâ. Artinya, “Aku niat shalat atas jenazah perempuan ini fardhu karena Allah ta’âlâ.” Ketika shalat jenazah berjamaah dan menjadi makmum, maka melafalkan niat berikut ini, baik jenazah laki-laki ataupun perempuan Ushalli alâ man shalla alaihil imâmu ma’mûman fardlan lillâhi ta’âlâ. Artinya, “Aku niat shalat atas jenazah yang dishalati imam fardhu karena Allah ta’âlâ.” 2. BerdiriSalat jenazah wajib dilakukan dengan cara berdiri, sebab salat jenazah tergolong salat fardhu, sedangkan setiap salat fardhu wajib dilaksanakan dengan cara berdiri. Tapi jika seseorang memang tidak mampu berdiri karena sedang sakit maka bisa dilakukan dengan cara dudu seperti halnya ketentuan yang terdapat dalam shalat lima waktu. 3. Takbir empat kaliJumlah takbir dalam salat jenazah harus empat kali, ini termasuk takbiratul ihram. Jika tidak cukup empat kali maka shalat dianggap tidak sah. Seperti pada shalat fardu lima kali, disunnahkan mengangkat kedua tangan sejajar dengan dua pundak saat berseru takbir. Dalam melakukan takbir akan diselingi dengan beberapa bacaan doa. Setelah takbir pertama kita dianjurkan untuk membaca Surat Al-Fatihah, tkabir kedua membaca shalawat, takbir ketiga dan keempat membaca doa 4. Membaca Surat al-FatihahMembaca Surat al-Fatihah dilakukan setelah takbir pertama takbiratul ihram. Sebaiknya membaca Surat al-Fatihah dengan cara suara dilirihkan. Setelah itu membaca ta’awwudz menurut qaul ashah pendapat terkuat. Dalam salat jenazah tidak disunahkan membaca Do'a Iftitah karena dianggap terlalu panjang Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 1, hal. 342. 5. Membaca Shalawat Bacaan shalawat ini dibaca setelah takbir kedua. Bacaan shalawat yang minimal bisa mencukupi sahnya shalat jenazah adalah sebagai berikutAllâhumma shalli alâ sayyidinâ Muhammad. Artinya “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad.” Sedangkan bacaan shalawat yang paling sempurna adalah bacaan Shalawat Ibrahimiyah, yakni shalawat yang dibaca ketika tasyahud akhir dalam shalat fardhu lima waktu, yaitu Allâhumma shalli alâ sayyidinâ Muhammad wa alâ âli sayyidinâ Muhammad, kamâ shallaita alâ sayyidinâ Ibrâhîm wa alâ âli sayyidinâ Ibrâhim, wa bârik alâ sayyidinâ Muhammad, wa alâ âli sayyidinâ Muhammad, kamâ bârakta alâ sayyidina Ibrâhîm wa alâ âli sayyidinâ Ibrâhîm fil âlamîna innaka hamîdun “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Limpahkan pula keberkahan bagi Nabi Muhammad dan bagi keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan keberkahan bagi Nabi Ibrahim dan bagi keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya di alam semesta Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.” 6. Mendoakan Jenazah Mendoakan jenazah ini dilakukan setelah takbir ketiga. Minimal bacaan doa yang bisa dibaca untuk jenazah laki-laki adalah Allâhumaghfir lahu. Artinya, “Ya Allah, ampunilah dia laki-laki.” Jika ingin lebih sempurna maka bacaannya adalah Allâhummaghfir lahu warhamhu wa âfihi wafu anhu wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkhalahu waghsilhu bilmâ’i wats tsalji wal baradi, wa naqqihi minal khathâyâ kamâ naqaita ats-tsauba al-abyadh minad danasi, wa abdilhu dâran khairan min dârihi wa ahlan khairan min ahlihi wa zaujan khairan min zaujihi wa adkhilhu al-jannata wa a’idzhu min adzâbil qabri wa min adzâbinnârArtinya “Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, bebaskanlah dan maafkanlah dia. Muliakanlah tempatnya, luaskanlah kuburnya, dan mandikanlah ia dengan air, salju, dan es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran. Berikan ia rumah yang lebih baik dari rumahnya di dunia, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Kemudian masukkanlah ia ke dalam surga dan lindungilah ia dari siksa kubur dan siksa neraka. Sedangkan minimal bacaan doa ketika jenazah perempuan adalah membaca doa berikutAllâhumaghfir “Ya Allah, ampunilah dia perempuan.” Jika ingin membaca doa yang lebih sempurna, maka bacaannya adalah Allâhummaghfir lahâ warhamhâ wa âfihâ wafu anhâ wa akrim nuzulahâ wa wassi’ madkhalahâ waghsilhâ bilmâ’i wats tsalji wal baradi, wa naqqihâ minal khathâyâ kamâ naqaita ats-tsauba al-abyadh minad danasi, wa abdilhâ dâran khairan min dârihâ wa ahlan khairan min ahlihâ wa zaujan khairan min zaujihâ wa adkhilhâ al-jannata wa a’idzhâ min adzâbil qabri wa min “Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, bebaskanlah dan maafkanlah dia. Muliakanlah tempatnya, luaskanlah kuburnya, dan mandikanlah ia dengan air, salju, dan es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran. Berikan ia rumah yang lebih baik dari rumahnya di dunia, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Kemudian masukkanlah ia ke dalam surga dan lindungilah ia dari siksa kubur dan siksa neraka. Ketika selesai membaca doa di atas, orang yang melaksanakan shalat jenazah melanjutkan shalatnya dengan melakukan takbir yang keempat. Setelah itu takbir keempat. Dalam situasi ini disunnahkan untuk membaca doa berikut Untuk jenazah laki-laki Allâhumma lâ tahrimnâ ajrahu wa la taftinna ba’dahu waghfir lanâ wa lahu Artinya “Ya Allah, jangan haramkan kami dari pahalanya dan jangan beri fitnah cobaan bagi kami sepeninggalnya. Ampunilah kami dan ampunilah dia.” - Untuk jenazah perempuan Allâhumma lâ tahrimnâ ajrahâ wa la taftinna ba’dahâ waghfir lanâ wa lahâ Artinya “Ya Allah, jangan haramkan kami dari pahalanya dan jangan beri fitnah cobaan bagi kami sepeninggalnya. Ampunilah kami dan ampunilah dia. 7. Membaca SalamMembaca salam ini dilakukan setelah membaca doa yang dilafalkan setelah takbir keempat. Bacaan salam pada shalat jenazah ini persis seperti bacaan salam yang dibaca pada shalat fardhu lima waktu. Selain itu, menghadapkan wajah ke arah kanan pada saat bacaan salam pertama dan menghadapkan wajah ke kiri pada saat salam kedua merupakan sunnah yang berlaku dalam pelaksanaan salat jenazah. - Gaya Hidup Kontributor FebriansyahPenulis FebriansyahEditor Yulaika RamadhaniPenyelaras Ibnu Azis Sehinggamengerjakan Shalat Jum'at hukumnya adalah Fardhu 'ain atau wajib. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al Qur'an: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui HTFN.
  • vzjwxkg10c.pages.dev/328
  • vzjwxkg10c.pages.dev/592
  • vzjwxkg10c.pages.dev/97
  • vzjwxkg10c.pages.dev/302
  • vzjwxkg10c.pages.dev/229
  • vzjwxkg10c.pages.dev/397
  • vzjwxkg10c.pages.dev/362
  • vzjwxkg10c.pages.dev/61
  • tata cara shalat persis